Total Tayangan Halaman

Selasa, 09 November 2010

bronkopneumonia

DEFINISI
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.8
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia.4
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.3
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.1
ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi (tersering) :

-         Bakteri    : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa.
-         Virus       : Respiratory Synctitial Virus, Adenovirus, Cytomegalo virus, Virus infuenza B.
-         Jamur      : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species dll.4

PATOGENESIS
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.1,3
Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
  1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
  2. Inhalasi aerosol yang infeksius
  3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.1
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
  1. Susunan anatomis rongga hidung
  2. Jaringan limfoid di nasofaring
  3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
  4. Refleks batuk
  5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
  6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
  7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
  8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada  bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
  1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
  2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
  3. Peningkatan LED.
  4. Kultur  dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
  5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.3,7
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
  • Pneumonia sangat berat :
→ bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
  • Pneumonia berat :
→ bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
  • Pneumonia :
→ bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
-         > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
-         > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
-         > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
  • Bukan Pneumonia :
→ hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.3,4
DIAGNOSA BANDING
  1. Bronkiolitis
  2. TB Paru
PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 – 5 hari.3
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :3,7
  • Bed rest
  • Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
  • Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
  • Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
  • Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :
  • Untuk kasus pneumonia community base :
-         Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
-         Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
  • Untuk kasus pneumonia hospital base :
-         Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
-         Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
  • Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
  • Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
  • Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :3
Mikroorganisme
Streptokokus dan StafilokokusM. Pneumonia
H. Influenza
Klebsiella dan P. Aeruginosa
Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin
KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.3
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar